Pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh
mayat yang terjadi sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas
mikroorganisme. Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi
dalam keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim
intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami
proses autilisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim,
dengan demikian pancreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada
jantung.
Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh
mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam
kandungan proses autolisis ini tetap terjadi. Proses auotolisis terjadi sebagai
akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena
ailah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya,
kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan
menjadi lunak dan mencair.
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat
oleh pengaruh suhu yang rendah maka proses autolisis ini akan dihambat demikian
juga pada suhu tinggi enzim-enzim yang terdapat pada sel akan mengalami
kerusakan sehingga proses ini akan terhambat pula. Pembusukan adalah proses
penghancuran jaringan pada tubuh yang disebabkan terutama oleh bakteri anaerob
yang berasal dari traktus gastrointestinal. Dimana basil Coliformis dan Clostridium
Welchii merupakan penyebab utamanya, sedangkan bakteri yang lain seperti
Streptococcus, Staphylococcus, B.Proteus,jamur dan enzim-enzim seluler juga
memberikan kontribusinya sebagai organisme penghancur jaringan pada fase akhir
dari pembusukan.
Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan
tubuh akan hilang,bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan
segera masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah merupakan
media yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini menyebabkan
hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi sebelum dan sesudah mati,
pencairan trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas
pembusukan. Bakteri yang sering menyebabkan destruktif ini sebagian besar berasal
dari usus dan yang paling utama adalah Cl. Welchii. Bakteri ini
berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat dinding perut yang
menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna ini terjadi oleh karena reaksi
antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam usus besar) dengan Hb menjadi
Sulf-Meth-Hb.
Tanda
pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24 jam - 48 jam pasca mati
berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada
fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, mengandung lebih
banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. Perubahan warna
ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan
bau busukpun mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada
permukaan organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung
kontak dengan kolon transversum.
Bakteri ini
kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang biak didalamnya yang
menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding pembuluh darah dan jaringan
sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas pembusukan yang mengisi pembuluh
darah yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah superfisial tanpa merusak
dinding pembuluh darahnya sehingga pembuluh darah beserta cabang-cabangnya
tampak lebih jelas seperti pohon gundul (arborescent pattern atau arborescent
mark) yang sering disebut marbling.
Selain bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam
intestinal dan paru bakteri-bakteri ini cenderung berkumpul dalam sistem vena,
maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada bahu,dada bagian atas, abdomen
bagian bawah dan paha. Bila Cl.Welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim,
maka sitoplasma dari organ sel itu akan mengalami desintegrasi dan nukleusnya
akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi
lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya. Secara mikroskopis bakteri
dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana bakteri tersebut
banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil dapat
cepat membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat
pertama kali pada hati .
Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan
mudah dilepaskan dengan jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut
‘skin slippage’. Skin slippage ini menyebabkan identifikasi melalui sidik jari
sulit dilakukan. Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan dermis
mengakibatkan timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan
coklat kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi
secara penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai
pendulum yang berukuran 5 - 7.5cm dan bila pecah meninggalkan daerah yang
berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena pecahnya
sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh
karena tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku, rambut
kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya
desintegrasi pada akar rambut.
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan,
gelembung-gelembung udara mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang
terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan menyebabkan terabanya krepitasi
udara. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada
dalam sikap pugilistic attitude. Scrotum dan penis dapat membesar dan
membengkak, leher dan muka dapat menggembung, bibir menonjol seperti
“frog-like-fashion”, Kedua bola mata keluar, lidah terjulur diantara dua gigi,
ini menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan
yang terjadi pada seluruh tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57
- 63 kg sebelum mati menjadi 95 - 114 kg sesudah mati.
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena
gas pembusukan yang terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran
udara dan cairan pembusukan yang berasal dari trachea dan bronchus terdorong
keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan hidung. Cairan
pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan dengan
hematotorak dan biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc. Pengeluaran
urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang
meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari
uterus yang pregnan. Pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan
otak menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi mudah terlepas.
Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang
berbeda-beda dalam. Jaringan intestinal,medula adrenal dan pancreas akan
mengalami autolisis dalam beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain
seperti hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang cepat mengalami
pembusukan. Perubahan warna pada dinding lambung terutama di fundus dapat
dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi cairan dari kandung
empedu kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada jaringan
sekitarnya menjadi coklat kehijauan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey
combs appearance, limpa menjadi sangat lunak dan mudah robek, dan otak menjadi
lunak.
Organ dalam seperti paru, otot polos, otot lurik dan
jantung mempunyai kecendrungan untuk lambat mengalami pembusukan. Sedangkan
uterus non gravid, dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap
pembusukan karena strukturnya yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu
jaringan fibrousa. Organ-organ ini cukup mudah dikenali walaupun organ-organ
lain sudah mengalami pembusukan lanjut. Ini sangat membantu dalam penentuan
identifikasi jenis kelamin. Yang menarik pada pembusukan lanjut dari organ
dalam ini adalah pembentukan granula-granula milliary atau ‘ milliary plaques’
yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada permukaan serosa
yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum,
pericardium dan endocardium. ‘Milliary plaques’ ini pertama kali ditemukan oleh
Gonzales yang secara mikroskopis berisi kalsium pospat, kalsium karbonat,
sel-sel endotelial, massa seperti sabun dan bakteri, yang secara medikolegal
sering dikacaukan dengan proses peradangan atau keracunan. Pada orang yang
obese, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan mesenterium dapat
mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi rongga badan
diantara organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan dan juga
tidak menyenangkan.
Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang
peranan penting dalam proses pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah
kematian lalat akan hinggap di badan dan meletakkan telur-telurnya pada
lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga. Biasanya jarang pada daerah
genitoanal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih sering meletakkan
telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau larva lalat
didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya kekerasan seksual sebelum
kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva dalam waktu 24 jam.
Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat mempercepat penghancuran
jaringan pada tubuh.
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan
tetapi meraka juga memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian.
Insekta dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk
bahwa tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi
tanda pada badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan
dalam pemeriksaan toksikologi bila jaringan untuk specimen
standart juga sudah mengalami pembusukan.
Hasil akhir dari proses pembusukan ini adalah destruksi
jaringan pada tubuh mayat. Dimana proses ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Aktifitas
pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70°-100°F
(21,1-37,8°C) aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah 50°F(10°C) atau
pada suhu diatas 100°F (lebih dari 37,8°C). Bila mayat diletakkan pada suhu
hangat dan lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat.
Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan
berlangsung lebih lambat. Pada mayat yang gemuk proses pembusukan berlangsung
lebih cepat dari pada mayat yang kurus oleh karena kelebihan lemak akan
menghambat hilangnya panas tubuh dan kelebihan darah merupakan media yang baik
untuk perkembangbiakkan organisme pembusukan.
Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang
cepat menghambat pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir
memang terdapat sedikit bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung lebih
lambat.Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang
terjadi sebelum kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan
infeksi paru. Disini gas pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa
hangat.
Media di mana mayat berada juga memegang peranan penting
dalam kecepatan pembusukan mayat. Kecepatan pembusukan ini di gambarkan
dalam rumus klasik Casper dengan perbandingan tanah : air : udara = 1 : 2 : 8
artinya mayat yang dikubur di tanah umumnya membusuk 8 x lebih lama dari pada
mayat yang terdapat di udara terbuka. Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah
yang lebih rendah terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari
predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat
berkembang biaknya organisme aerobik.
Bila mayat dikubur didalam pasir dengan kelembaban yang
kurang dan iklim yang panas maka jaringan tubuh mayat akan menjadi
kering sebelum terjadi pembusukan. Penyimpangan dari proses pembusukan ini di
sebut mumifikasi. Pada mayat yang tenggelam di dalam air pengaruh gravitasi
tidaklah lebih besar dibandingkan dengan daya tahan air akibatnya walaupun
mayat tenggelam diperlukan daya apung untuk mengapungkan tubuh di dalam air,
sehingga mayat berada dalam posisi karakteristik yaitu kepala dan kedua anggota
gerak berada di bawah sedangkan badab cenderung berada di atas akibatnya lebam
mayat lebih banyak terdapat di daerah kepala sehingga kepala menjadi lebih
busuk dibandingkan dengan anggota badan yang lain. Pada mayat yang tenggelam di
dalam air proses pembusukan umumnya berlangsung lebih lambat dari pada
yang di udara terbuka. Pembusukan di dalam air terutama dipengaruhi oleh
temperatur air, kandungan bakteri di dalam air. Kadar garam di dalamnya dan
binatang air sebagai predator
Degradasi dari sisa-sisa tulang yang dikubur juga cukup
bervariasi. Penghancuran tulang terjadi oleh karena demineralisasi, perusakan
oleh akar tumbuhan. Derajat keasaman yang terdapat pada tanah juga berpengaruh
terhadap kecepatan penghancuran tulang. Sisa-sisa tulang yangn dikubur pada
tanah yang mempunyai derajat keasaman yang tinggi lebih cepat terjadi
penghancuran daripada tulang yang di kubur di tanah yang bersifat basa.
Bau busuk dari
tubuh mayat tidak hanya mengganggu, namun juga membahayakan. Pembusukan dimulai
dengan pemutusan ikatan protein-protein besar pada jaringan tubuh oleh bakteri fermentasi
menggunakan enzim protease. Kumpulan hasil pemutusan ikatan protein yang
disebut asam amino ini dicerna berbagai jenis bakteri, misalnya bakteri
acetogen. Bakteri ini mereaksikan asam amino dengan oksigen dalam tubuhnya
untuk menghasilkan asam asetat, hidrogen, nitrogen, serta gas karbon dioksida. Produk asam asetat ini menimbulkan
bau.
Ada 9 faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya pembusukan
mayat, yaitu :
1. Mikroorganisme. Bakteri pembusuk mempercepat pembusukan.
2. Suhu optimal yaitu 21-370C mempercepat pembusukan.
3. Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan.
4. Umur. Bayi, anak-anak dan orang tua lebih lambat terjadi pembusukan.
5. Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk daripada tubuh kurus.
6. Sifat medium. Udara : air : tanah (1:2:8).
7. Keadaan saat mati. Udem mempercepat pembusukan. Dehidrasi memperlambat
pembusukan.
8. Penyebab kematian. Radang, infeksi, dan sepsis mempercepat pembusukan.
Arsen, stibium dan asam karbonat memperlambat pembusukan.
9. Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum) lebih cepat mengalami
pembusukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar