Minggu, 07 November 2010

PERILAKU AGRESIF PADA HEWAN

PERILAKU AGRESIF PADA HEWAN

I.      Pendahuluan
            Analisis perilaku memerlukan pengamatan yang tajam dan kesabaran yang tinggi. Pergerakan-pergerakan harus dijelaskan, dikategorikan dan dipetakan sebelum fungsi perilaku tersebut dipastikan. Apa yang mungkin terlihat sebagai pergerakan yang acak, tidak berhubungan, mungkin sebenarnya cocok pada suatu pola yang didesain untuk membantu reproduksi, nutrisi, atau beberapa fungsi hidup penting lainnya untuk sintas. Bagi etolog-etolog profesional, analisis suatu perilaku hewan bisa berlangsung berbulan-bulan atau bertahun-tahun, tetapi disini kita hanya melakukan sebagian kecil dari suatu perilaku kompleks yang diamati oleh para etolpog tersebut.
            Dalam kegiatan praktikum ini kita mempelajari suatu contoh perilaku agresif, suata perilaku yang banyak ditemukan pada hewan. Sejumlah besar invertebrata mempunyai kebiasaan ”berkelahi” yang berkembang dengan baik, dan perilaku berkelahi semua jenis vertebrata mulai dari ikan sampai manusia sudah kita kenal dengan baik. Berkelahi mempunyai beberapa fungsi antara lain: memberikan jarak antar individu pada suatu kondisi, di mana makanan atau sumber daya lainnya terbatas, menjamin keberhasilan hasil reproduksi (reproduksi umumnya sukses pada individu, terkuat dan sifat ini akan diturunkan pada generasi selanjutnya) jauh lebih sering dibandingkan pada individu-individu yang kurang kompetitif dalam populasi.
            Perilaku agresif menuntun pada kondisi hierarki sosial dan teritori atau kedua-duanya. Praktikum ini dirancang  untuk menunjukan hanya hierarki sosial, bagaimana dominasi suatu individu terhadap individu lainnya berkembang dengan cepat setelah terjadinya konflik pertama. Kita akan membagi perilaku mengancam (theat dispaly) dalam beberapa komponen, dan mengamati si pemenang serta si pecundang dalam perkelahian tersebut. Ikan cupang sebagai subjek pengamatan, seperti halnya pada kebanyakan hewan, tidak berkelahi sampai mati. Si pecundang akan menjauh setelah siripnya rusak, tetapi tidak sampai pada kerusakan yang serius.     


II.      Tujuan
·         Mengamati tahapan-tahapan perilaku yang terjadi pada saat ikan cupang berkelahi

III.      Prosedur Percobaan
a.      Alat/ Bahan
·         Akuarium plastik 1/ kelompok
·         Sekat gelap 1/ kelompok
·         Pencatat waktu
·         2 ekor ikan cupang jantan (Betta splendens)
b.      Cara Kerja
Pengamatan perilaku agresif pertama
  1. Lakukan pengamatan dengan hati-hati, buka tutup akuarium bagian-bagian lain akuarium  yang membuat ikan jadi takut. Ikan-ikan tidak akan berlaku normal dalam kondisi tertekan. Lakukan pengamatan dari jarak yang cukup jauh.
  2. Ikan yang diisolasi diamati lebih dulu dalam akuarium dimana kedua ikan dipisahkan dengan pembatas yang gelap. Pengamatan dilanjutkan secara kualitatif dan kuantitatif untuk perilaku mengancam selama beberapa pertemuan setelah sekat dilepas.
  3. Sebelum pengamatan, lakukan aklimasi pada kedua ikan cupang jantan pada akuarium yang diberi sekat gelap selama 24 jam. Berilah makanan selama aklimasi (Tubifex, Chironomous, dsb)
  4. Amati masing-masing ikan, catat bentuk sirip  dan bandingkan dengan pada saat kedua ikan tersebut berinteraksi. Amati sirip mana yang paling berperan untuk berenang. Bagaimana warna  tubuh ikan tersebut.
  5. Catat laju pergerakan insang dengan menghitung pembesaran overkulum setiap selang waktu dua menit. Hitung laju tersebut paling tidak tiga kali. Catat pula laju pembentukan gelembung (5menit)
  6. Perhatikan apakah ikan tersebut muncul ke permukaan, bisakah ditentukan interval waktunya.
  7. Untuk pengamatan perilaku interaksi dua individu lakukan hal-hal berikut:
·         Angkat sekat di akuarium dan perhatikan bagaimana reaksi dari ikan tersebut. Anda bisa mengangkat dan meletakkan kembali sekat dengan interval waktu 7 menit. Pengangkatan pertama adalah untuk mengenali perilaku umum dari ikan tersebut.
·         Setelah 7 menit, letakkan kembali sekat sehingga kedua ikan tersebut terpisah kembali. Biarkan selama 7 menit dan angkat kembali sekat tersebut. Pertemuan kedua ikan akan melibatkan perilaku-perilaku seperti yang tercantum dibawah ini. Urutkan tidak terlampau penting. Pertemuan akan berlangsung 4-14 menit, sehingga anda harus mengamati dengan cepat.
§  Melebarkan sirip secara vertikal
§  Salah satu iakn memperlihatkan bagian samping tubuhnya pada ikan lain
§  Posisi saling berhadapan
§  Membuka/ melebarkan operkulum dan berkas branchiostegi
§  Membuka sirip ekor. Bisa juga membuka dan menutup berkas sirip ekor
§  Menggoyang-goyang ekor tiba-tiba dan cepat berlangsung ¼ detik
§  Gataran sirip pelvic
§  Menggigit dan merusak. Gigitan mungkin langsung pada ekor atau sirip, dan menyebabkan kerusakan. Kerusakan (sobek) ini tidak serius dan sembuh dalam 2 atau 3 hari. Sering kedua ikan ”mengunci” rahang dan ”bergulat” sampai dasar air. Perilaku ini bisa berlangsung beberapa menit.
§  Perubahan warna. Perubahan warna berlangsung cepat dan tajam tapi sulit untuk dijelaskan dalam kata-kata. Warna menjadi tua pada saat kedua ikan bertemu dan menjadi bagian kepala serta sepanjang punggung menjadi hitam. Warna sirip menjadi biru dan hijau terang  kontras dengan warna gelap tubuh.
§  Perkelahian selesai jika salah satu ikan berhenti untuk menunjukan gerakan ”mengancam” dan ”menurunkan ekornya” sambil dikejar oleh ikan yang menang.


  1. Setelah anda mengamati perilaku perkelahian secara penuh (sampai ada ikan kalah), letakkan kembali sekat, dan diskusikan hasil pengamatan yang diperoleh. Biarkan ikan beristirahat selama 7 menit.
  2. Berikut ini dikemukakan bagaimana cara pengamatan yang bersifat kuantitatif.


Pengamatan perilaku agresif kedua
  1. Waktu yang dipakai untuk konflik. (Waktu sampai salah satu ikan kalah)
  2. Berapa kali ikan ”bertatapan muka”. Sajikan dalam jumlah dalam  interval waktu 2 menit, isikan dalam tabel. Beri kode TM setiap terjadi tatap muka.
  3. Jumlah operkulum membesar setiap dua menit. Tandai sebagai OM.

Pengamatan perilaku agresif ketiga
1.      Catat waktu konflik
2.      Jumlah getaran sirip pelvis setiap dua menit. Tandai GP
3.      Jumlah pukulan / goyangan ekor selama konfliks. Tandai FE

Pengamatan perilaku agresif keempat
Amati perubahan warna pada setiap tahapan perkelahian

IV.      Data Hasil Pengamatan
  1. Pada kegiatan pengamatan 1 dari data kualitatif mengenai perilaku berkelahi, apakah semua bentuk perilaku muncul? Tidak semua perilakunya muncul, hanya sebagian saja. Perilaku mana yang paling dominan? Perilaku yang dominan muncul adalah perilaku  menggetarkan sirip pelvic, membuka sirip ekor, membuka / melebarkan operkulum dan berkas branchiostegi.
  2. Pada kegiatan pengamatan 2 ( pengamatan kedua sampai ketiga) isikan ke dalam tabel yang tersedia!Dari hasil tersebut, buatlah suatu kesimpulan mengenai tahapan perilaku agresif pada ikan cupang.

Tabel 1: Ikan yang diisolasi

Gerakan insang
Rata-rata/ 2 menit
Gelembung udara
Rata-rata/ 5 menit
Ikan A
3
-
Ikan B
7
-

Tabel 2: Perilaku agresif 2

Total waktu yang dipakai
Tatap muka
(TM)
Operculum membuka  (OM)
∑ / 2menit
∑  total
∑ / 2 menit
∑ total
Ikan A
6 menit
1/1/2
4
1/1/3
5
Ikan B
6 menit
2/3/1
5
2/4/4
10


Tabel 3 : Perilaku agresif 3

Total waktu yang dipakai
Getaran sirip pelvis
Pukulan / goyangan ekor
∑ / 2 menit
∑ total
∑ / 2 menit
∑ total
Ikan A
6 menit
90/89/102
281
1/2/4
7
Ikan B
6 menit
92/90/125
307
3/6/7
16

  1. Warna awal ikan
    • Ikan A : Dominan merah menyala, ada hitamnya, keunguan sedikit dibagian ekornya.
    • Ikan B : Dominan merah, ada hitamnya, keunguan sedikit pada bagian ekornya.
Warna pada saat perkelahian
·         Ikan A : Warna ikannya memucat menjadi warna coklat muda (warna awal- kehitaman semua warna tubuhnya-coklat-coklat muda transparan)
·         Ikan B : Semakin pekat warna merahnya hampir kehitaman



V.      Pembahasan

            Pada praktikum penelitian perilaku agresif ini kami menggunakan ikan cupang jantan dari jenis  Betta splendens Rega. Karena ikan cupang jantan dijadikan sebagai “ikan aduan” karena sifatnya yang gemar berkelahi apabila diletakkan dalam satu wadah yang sama. Ikan cupang merupakan jenis ikan hias yang mempunyai naluri berkelahi yang tinggi. Ikan cupang jantan lebih agresif daripada ikan cupang betina. Hal ini dikarenakan ikan cupang jantan lebih sering berkelahi dengan sesama jenisnya. Bagian tubuh yang biasanya diincar ikan cupang jantan adalah bagian sirip. Karakter tersebut muncul karena ikan cupang merupakan salah satu jenis spesies yang mempertahankan daerah kekuasaannya sampai mati. Naluri berkelahi cupang tidak muncul ketika usia cupang masih sangat dini, tetapi akan muncul apabila cupang sudah beranjak remaja, ialah sekitar 2 bulan.

            Ikan cupang ynag kami teliti ada 2 yaitu ikan ikan A (Besar tubuhnya) dan ikan B ( Kecil tubuhnya). Dari kedua ikan ini yang paling agresif yaitu ikan cupang B (Kecil tubuhnya). Dalam penelitian kami, kami banyak meneliti berbagai aspek perilaku dan perubahan morfologi tubuhnya juga dari cupang tersebut. Sirip yang paling berperan untuk berenang adalah sirip pectoral. Cupang mengalami pembesaran overculum  dalam setiap menitnya, ikan cupang B yang sering melakukan pembesaran overculum. Pada saat keadaan normal (ikannya masih sendiri) kami tidak melihat adanya pembentukan gelembung pada ke dua ikan tersebut.
Ikan cupang sering muncul kepermukaan air, untuk ikan A muncul kepermukaan dengan interval 1 menit sekali dan untuk ikan B muncul kepermukaan dengan interval  ½ menit sekali. Hal tersebut dilakukan ikan cupang karena ikan cupang menyembulkan ujung moncongnya untuk menghirup udara di atas permukaan air, yaitu untuk menghirup oksigen yang berada di alam bebas. Kemudian oksigen tersebut disimpan di labirin sebagai cadangan oksigen. Kebiasaan tersebut yang membuat ikan cupang mampu hidup di perairan dengan konsentrasi oksigen yang rendah.
            Pada saat kami membuka sekat pembatas kedua ikan tersebut, disinilah terjadi perilaku agresif yang diperlihatkan oleh ikan cupang tersebut.  Kegemaran berkelahinya akan semakin memuncak apabila ikan cupang diletakkan di baskom, akuarium, toples, atau tempat pemeliharaan lain. Hal ini dikarenakan ikan cupang telah terbiasa hidup di tempat yang lebih nyaman bila dibandingkan dengan selokan atau tempat lainnya. Ketika melakukan pertarungan, ikan cupang jantan menghampiri lawan tandingnya. Kemudian ikan cupang jantan mempertontonkan sirip pada musuhnya. Sirip yang semula terlihat lemas dalam hitungan detik akan mengembang. Tidak hanya sirip yang dipertontonkan, tetapi sirip cadangan lain yaitu membrana branchiostegi dan tutup insang pada lengkungan leher juga ikut mengembang.
            Ikan yang lebih agresif adalah ikan B dan dia menggigit ikan A sehingga mengalami kerusakan (sobek) pada bagian sirip dorsal dan sirip ekor ikan A. Untuk ikan A pada kondisi tenang berwarna Dominan merah menyala, ada hitamnya, keunguan sedikit dibagian ekor. Sedangkan pada saat terjadi perkelahian warnanya menjadi memucat menjadi warna coklat muda transparan (warna awal- kehitaman semua warna tubuhnya-coklat-coklat muda transparan).
Untuk ikan B pada kondisi tenang berwarna Dominan merah, ada hitamnya, keunguan sedikit pada bagian ekornya. Sedangkan pada saat terjadi perkelahian warnanya menjadi semakin pekat warna merahnya hampir kehitaman. 
            Jadi untuk perilaku perkelahian ini, ikan B yang memenangkannya meskipun dari morfologi tubuhnya, dia lebih kecil bentuk tubuhnya dari ikan A. Pada saat ikan A sudah merasa kalah, dia menurunkan ekornya dan diam di dasar air.  Tetapi ikan B masih saja mengejar ikan A.
Perilaku agonistik adalah perilaku yang berhubungan dengan agresivitas dan konflik, termasuk berkelahi, melarikan diri, diam, dan beragam ancaman yang terjadi antar individu dalam suatu populasi (Campbell et al., 2003 dan Lehner, 1996). Terdapat sepuluh perilaku agonistik yang dapat dideskripsikan, yaitu menjelajah (explore), mendekati (approach), bergerak memutar (circle), mengancam dari samping (side threat), mengancam dari depan (frontal threat), mengibaskan ekor (tail flagging), mengejar (chase), kontak mulut (mouth-to mouth contact), menggigit (bite), dan melarikan diri (flight).
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan cupang hias maupun cupang adu memiliki perbedaan latensi, frekuensi, durasi, dan jarak antar ikan saat perilaku terjadi, bergantung pada tipe perilaku, tipe percobaan, dan ras lawan yang dihadapi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar