Minggu, 07 November 2010

PERILAKU PENGASUHAN PADA ORANG UTAN

Perilaku Pengasuhan Pada Orang Utan

Kerajaan:
Filum     :
Kelas      :
Ordo       :
Famili     :
Genus     :
Pongo Lacépède
                      Spesies   :     Simia pygmaeus Linnaeus,
                        Orangutan betina biasanya melahirkan pada usia 7-10 tahun dengan lama kandungan berkisar antara 8,5 hingga 9 bulan; hampir sama dengan manusia. Jumlah bayi yang dilahirkan seorang betina biasanya hanya satu. Bayi orang utan dapat hidup mandiri pada usia 6-7 tahun. Seperti halnya manusia, induk orangutan tak segan-segan mengasuh, mendidik, memberi contoh memilih makanan, dan membuat sarang bagi si kecil dan memberi kasih sayang kepada anaknya yang masih kecil, hingga dirasa dia bisa hidup secara mandiri lepas sama sekali dari induknya. Jadi orangutan sama halnya seperti manusia, dia akan mengajarkan tentang beradaptasi dengan lingkungannya, sampai dia benar-benar dewasa dan mampu menjalankan hidup sendiri.
 Orang utan betina yang baik, tak segan-segan mengasuh, mendidik, memberi contoh memilih makanan, dan membuat sarang bagi si kecil. Namun, tidak jarang ada yang judes;tidak suka didekati orang utan kecil, bahkan merebut makanan yang dipegangnya. Betina baik hati akan rela berperan sebagai ibu orang utan kecil yang yatim piatu. Di pihak lain, pejantan dengan sifat yang baik akan melindungi orang utan kecil dari gangguan orang utan dewasa yang usil. Sifat-sifat yang menguatkan teori Darwin bahwa mereka masih kerabat dekat dengan manusia. Contoh kasus tentang pola asuh kehidupan orangutan, kita bisa cermati cerita kisah seekor orang utan betina yang mempunyai anak dibawah ini.  
Tutut, hanyalah sebuah nama untuk orangutan betina yang mempunyai dua anak kandung. Kasih sayangnya terhadap bayi atau anak orangutan, baik anaknya sendiri maupun yatim piatu yang datang di lokasi rehabilitasi orangutan di dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting merupakan suatu contoh, bahwa tak hanya manusia yang mampu mengadopsi anak, tetapi bangsa kera pun dapat melakukannya. Sebenarnya tak hanya Tutut yang dapat melakukan pengambilan anak angkat, tetapi ada beberapa orangutan yang telah melakukan hal seperti itu. Paling tidak ada 4 ekor orangutan yang pernah melakukan dan dua jantan remaja yang mengambil si yatim piatu untuk diasuh.
Ada beberapa faktor yang menarik perhatian orangutan betina dewasa muda untuk melakukan pengasuhan anak yang bukan anak kandungnya. Kali ini Tutut sebagai ceritera dalam kasus ini. Tahun 1983, sekitar bulan November, Tutut mempunyai anak yang pertama, diberi nama Tom, jantan. Dan waktu itu umur Tutut sekitar 12 tahun. Orangutan yang semi liar ini kadang-kadang berbulan-bulan ke hutan dan tak kembali saat musim buah tiba. Pernah dijadikan obyek penelitian sebagai pembanding, kasih sayangnya induk terhadap anak, baik terhadap anak kandung maupun anak angkat. Memang perlakuan orangutan terhadap anaknya, tidak membedakan antara anak kandung dengan anak angkat, hanya saja mereka mengutamakan anak yang lebih muda usianya. Umur anak pertama Tutut, Tom, belum beranjak 4 tahun, Tutut mengambil anak angkat Nancy, betina. Dengan rasa kasih dan sayang, kedua anak yang berbeda status ini diasuh dan digendong ke sana ke mari, tentu saja Tutut lebih banyak memperhatikan Nancy karena usianya lebih muda dari Tom. Tom kadang cemburu, kecemburuan seekor anak orangutan biasanya diperlihatkan dengan marah dan menjerit seperti menangis sambil berguling-guling, persis anak-anak manusia bila tidak dituruti kemauannya dan lantas ngambek.
Pertengahan tahun 1989, ketika Tutut akan melahirkan anak kedua, mengalami kegagalan, prematur. Tutut sepertinya frustasi. Dia mengambil anak angkat lagi, Hutabarat, jantan. Mungkin untuk mengganti kekecewaan anak kandungnya yang mati. Kemanapun pergi, mereka bertiga bersama satu anak kandung dan dua anak angkatnya. Tidur dalam satu sarang dan berkelana mencari makan. Hutabarat yang masih muda, dalam pelukan terus. Tom dan Nancy mengikuti dari belakang. Kini Tutut telah mempunyai anak lagi, lahir pertengahan Agustus 1994. Anak-anaknya sudah mandiri, sudah dapat mencari makan sendiri. Tom sudah perjaka dan mulai berpacaran, sedangkan Nancy sudah gadis dan sering berpasangan dengan perjaka lain, dan dipersunting perjaka rimba. Bahkan Tutut hampir mempunyai cucu. Sedangkan Hutabarat yang menginjak remaja sudah dapat mengembara di hutan sendiri atau bersama rekan-rekan senasib yang kehilangan orangtuanya.
Perilaku orangutan seperti ini, dapat dijadikan contoh dalam usaha rehabilitasi. Karena ternyata, anak orangutan yang diasuh oleh induknya, tak menemui permasalahan baik itu penyakit ataupun kesulitan dalam beradatapsi dengan lingkungannya. Karena tak pernah kontak langsung dengan manusia. Selain itu mendapatkan susu ibu yang dapat memberikan kekebalan pada anak orangutan.
Di seluruh dunia, diperkirakan ada puluhan jenis lutung. Dari sekian puluh jenis lutung itu, beberapa di antaranya merupakan binatang khas Indonesia. Salah satunya adalah lutung jawa (Trachyphitecus auratus). Disebut lutung jawa karena lutung ini berbeda dengan lutung-lutung di pulau lain. Di Sumatera dan Kalimantan misalnya, rambut lutung berwarna keperakan. Di pulau Jawa, lutung punya dua subspesies. Lutung yang hidup di hutan-hutan di Jawa bagian barat, seperti di Ujung Kulon, Gunung Halimun, dan Gunung Gede “ Pangrango, dinamai Trachyphitecus auratus mauritus. Sedangkan yang hidup di hutan-hutan Jawa bagian timur, seperti di Gunung Dieng, Merbabu, dan Semeru, disebut Trachyphitecus auratus auratus. Kedua jenis lutung ini sama-sama disebut lutung jawa. Orang Inggris bilang javan langur. Tak ada sebutan œlutung sunda.
Salah satu ciri khas lutung jawa adalah rambut kepalanya yang jabrik mengarah ke depan. Karena jabriknya ke arah depan, lutung kelihatan seperti habis bercukur gaya poni depan. Ciri khas ini membedakan lutung dari jenis monyet lainnya seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Rambutnya selalu tampak acak-acakan. Maklum, tak pernah bersisir. Mukanya lucu dan kelihatan seperti memelas. Lebih-lebih lutung yang masih anakan. Sambil bergayut manja di pelukan emaknya, lutung anakan kelihatan seperti boneka teletubbies atau bayi manusia yang tak mau lepas dari tetek ibunya. Saat bayi, semua lutung berwarna merah bata. Jika ia œlutung sunda, warna merah ini pelan-pelan berubah menjadi hitam ketika dewasa. Tapi jika ia lutung semeru atau lutung dieng, ia punya dua kemungkinan saat dewasa. Tetap merah bata atau berubah menjadi hitam keabu-abuan.
Di habitat aslinya, hewan-hewan ini hidup berkelompok. Satu kelompok biasanya terdiri dari 5 sampai 25 ekor. Tiap kelompok dipimpin oleh seorang pejantan kepala suku. Anggota kelompok terdiri dari para betina dan anak-anak. Kepala suku punya dua tugas utama. Tugas pertama, tugas enak, mengawini para betina. Tugas kedua, tugas tidak enak, melindungi para anggota kelompoknya dari serangan musuh.
Ancaman musuh bisa berasal dari lutung lain kelompok, bisa juga berasal dari jenis hewan lain. Jika ditantang lutung pejantan lain, si kepala suku tak bisa menolak tantangan itu dan harus bersedia bertarung satu lawan satu. Bila menang, ia boleh tetap menjadi kepala suku yang disegani dan dicintai para betina. Tapi jika kalah, ia harus merelakan penantangnya menjadi pemimpin baru. Otomatis, para betina juga harus mau diperistri oleh kepala suku yang baru itu. Lutung jenis tertentu seperti lutung india (yang kita kenal sebagai hanuman) punya perilaku sedikit ”bengis”. Jika seekor lutung penantang menjadi penguasa baru, ia akan membunuh anak-anak tak berdosa di kelompok yang ia kalahkan. Tujuannya supaya para induk betina mau diajak kawin dan punya anak lagi.

Seperti kebanyakan monyet lainnya, lutung tergolong herbivora. Makanan utamanya dedaunan dan sedikit buah-buahan. Karenanya, dalam bahasa Inggris, mereka disebut leaf monkey. Di hutan, mereka biasanya hidup di pucuk-pucuk pohon tinggi sebab di sana mereka gampang mencari makanan. Jika lapar, tinggal melahap pucuk daun yang masih muda. Tak perlu bersusah payah berburu mangsa. Mereka biasanya sarapan pada pagi hari menjelang siang. Persis pada saat para pekerja kantoran sedang sibuk di jam-jam awal kerja sebelum istirahat. Setelah sarapan, bersamaan dengan waktu para karyawan sedang makan siang, mereka tidur-tiduran di atas pohon.  Menurut Halim Fatrah, dari Pusat Primata Schmutzer Taman Margasatwa (PPS TM) Ragunan, Jakarta, saluran pencernaan lutung beruang-ruang, mirip hewan memamah biak. Sehabis makan, mereka biasanya bermalas-malasan dulu, memberi kesempatan lambungnya memfermentasi dedaunan yang baru mereka santap.
Sambil bermalas-malasan, mereka melakukan grooming, saling membersihkan badan bersama anggota kelompok yang lain. Kegiatan ini tidak hanya dilakukan oleh sesama betina, tapi juga antara lutung betina dan lutung jantan. Secara bergantian, mereka mencari kutu di sela-sela rambut kawannya. Juga secara bergantian membersihkan bagian-bagain tubuh kawannya yang tidak bisa dijilati sendiri seperti rambut leher, punggung, dan tengkuk.
Seekor lutung dewasa panjang badannya sekitar 80 cm. Biasanya ekor lebih panjang daripada badannya. Lutung jantan bobotnya sekitar 8 sampai 15 kg. Betinanya lebih kecil, hanya sekitar 5 sampai  9 kg. Dengan bobot yang ringan itu, lutung bisa dengan licah berloncatan dari satu ranting ke ranting lain tanpa menyebabkannya patah.
Mereka tidak ahli membuat sarang. Biasanya mereka menjadikan percabangan pohon di bagian atas sebagai tempat tinggal. Jika tidur, mereka cukup telungkup di atas cabang itu. Beres. Tak perlu takut jatuh karena mereka tidur dengan tenang. Jika hujan, mereka berteduh di bawah kanopi daun-daun. Saat berumur 6 tahun, lutung sudah siap kawin. Jika sedang birahi, lutung betina punya perilaku unik. Untuk menarik perhatian pejantan kepala suku, ia mengoyang-goyangkan kepala sambil memamerkan pantatnya kepada si jantan.
Selama masa hidupnya, seekor lutung betina bisa hamil 5 sampai  6 kali, dengan masa kehamilan 6 -7 bulan. Di alam bebas, rata-rata mereka bisa mencapai umur 20 sampai  25 tahun. Harapan hidup ini separuh lebih pendek daripada kerabat kera, seperti orangutan, yang bisa mencapai 50 tahun. Sekadar mengingatkan, monyet (monkey) berbeda dengan kera (ape). Monyet punya ekor sedangkan kera tidak.

Di alam liar, lutung merupakan mata rantai makanan di bawah macan tutul dan elang. Macan tutul sanggup memburu lutung karena ia bisa memanjat pohon. Sementara elang lebih suka memilih bayi-bayi lutung yang masih belum mahir melarikan diri. Namun saat ini predator lutung yang paling berbahaya bukan lagi macan tutul atau elang tapi primata jenis lain dari spesies Homo sapiens yaitu ”manusia”. Sekali lagi, manusia. Spesies ini adalah predator yang paling rakus dan berbahaya. Macan tutul hanya memangsa lutung jika sedang lapar. Manusia tidak. Ia memburu hewan ini sebanyak yang ia bisa bawa pulang. Jika perlu, satu keluarga lutung.
Selain karena area hutan yang semakin habis, populasi mereka juga terancam oleh perburuan manusia. Menurut catatan ProFauna Indonesia, para lutung itu ditangkap lalu diperjualbelikan. Konon, dagingnya juga dimakan sebagai sate atau sop. Kata Halim, tubuh maupun kotoran lutung baunya mirip kambing. Mungkin karena baunya yang mirip kambing itu, makanya lutung juga dimakan dagingnya,duganya.
Jika tidak disantap di meja makan, lutung biasanya dipiara sebagai hewan rumahan karena tampangnya yang lucu. Karena tergolong hewan yang dilindungi, lutung sebetulnya tidak boleh dipiara sebagai hewan rumahan. Yang boleh memelihara hanya institusi yang berwenang seperti kebun binatang atau pusat penelitian.
Hidup sebagai binatang piaraan tidak menjamin nasib mereka lebih baik. Di rumah Homo sapiens, mereka hidup kesepian sebab tidak bisa melakukan grooming. Tak mungkin mereka melakukannya dengan tuan rumah. Padahal bagi lutung, aktivitas ini merupakan salah satu kebutuhan dasar hidup mereka. Soal makan, mungkin saja hidup mereka terjamin. Tapi jika tidak bisa grooming, mereka bakal hidup merana.
Karena hidup merana, biasanya mereka menjadi nakal jika dipiara. Masa lucunya hanya pada saat masih bayi. Setelah dewasa, lucunya hilang. Tak jarang, pemiliknya kewalahan lalu menyerahkannya ke kebun binatang. Menurut cerita Halim, beberapa ekor lutung di PPS TM Ragunan berasal dari hewan rumahan yang dihibahkan oleh pemiliknya karena mereka sudah bosan dan kewalahan merawatnya.
Di PPS TM Ragunan, para lutung itu bisa berkumpul bersama sesama lutung. Di siang hari, setelah sarapan mereka bisa bermalas-malasan, bergantian mencari kutu sambil bersenandung, Kemesraan ini ¦ janganlah cepat berlalu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar